Gambar

Gambar
sapi

Senin, 07 Mei 2012

Materi III - Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase

Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam enam phase, yaitu:

Phase I
Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bacteri yang membutuhkan udara / oksigen.
Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan suhu / panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility kandungan nutrisi, seperti misalnya protein.
Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein tumbuhan, yang akan terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan
baku akan terurai.
Laju kecepatan penguraian protein ini (proteolysis), sangat tergantung dari laju berkurangnya kadar pH.
Raung lingkup silo yang menjadi acid, akan mengurangi aktivitas enzym yang juga akan menguraikan protein.
Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo, dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam saja. Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu.
Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling ini adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan anaerobic dapat secepatnya tercapai.
Kunci sukses pada phase ini adalah:
- Kematangan bahan
- Kelembaban bahan
- Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo
- Kecepatan memasukan bahan dalam silo
- Kekedapan serta kerapatan silo

Phase II
Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic – acid..
Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya.
Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak ruminansia juga menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan menurun dan ahirnya berhenti
Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam.

Phase III
Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan bertambah terus

Phase IV Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan terurai menjadi latic acid juga makin bertambah.
Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase.
Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi ternak tersebut.
Phase 4 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan
baku lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.

Phase V
Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan
baku yang di awetkan, dan juga kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5, jagung 4.0.
Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini.
Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang berlainan pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang, namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0

Phase VI
Phase ini merupakan phase pengangkatan silage dari tempatnya /silo.
Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh para peternak yang kurang berpengalaman.
Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau pembusukan yang di sebabkan oleh bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo.
Kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo.
Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi pembusukan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar